Cerpen "Putriku, Silvya"

19.03


Putriku, Silvya

“Sedang menggambar apa sayang?” Andre mendekati Silvya yang tengah asyik menggoreskan crayonnya di atas kertas. Ia mengelus lembut rambut Silvya.
“Ini,” Silvya menunjukkan gambarnya. Sebuah rumah, dan ada empat orang yang berdiri di depan rumah itu. Tiga orang saling bergandengan tangan, dan satu lagi terpisah dari mereka.
“Wauu!! Bagus sekali! Ini gambar apa sayang?”
“Ini aku, Papa, Mama,” ia menunjuk satu-persatu gambar itu.
“Lalu ini siapa?” Andre menunjuk gambar seseorang yang terpisah itu.
“Itu seseorang yang belum aku temui.” Ia tersenyum lebar.
“Kekasih kamu di masa depan?”
“Bukan. Seorang paman yang membutuhkan kasih sayang.”
Andre tersenyum, “kamu putri papa yang luar biasa!” Ia memeluk Silvya.
“Aku sayang Papa dan Mama!” Ia tertawa.
~   ~   ~

“Ayah.” Silvya berdiri di taman itu, dan tersenyum.

Andre terbangun dari mimpinya. Ini kali kedua ia bermimpi yang sama. Disingkapnya selimut dan turun dari ranjang. Ia menyalakan lampu tidur di meja, dan sinarnya segera menerangi sebuah pigura yang terletak di sana. Ada satu kenangan yang terabadikan dalam pigura itu. Begitu manis. Begitu menyentuh. Moment ketika Ia dan istrinya mencium sisi pipi Silvya, pada ulang tahunnya yang ke 10.
* * *

“Selamat siang Jendral!” seru seorang Polisi dengan suara tegas, ketika mobil Andre masuk ke dalam gerbang kantor kepolisian.
Andre seorang polisi. Jendral. Selama bekerja, ia meraih banyak penghargaan atas prestasi dan pengabdiannya terhadap masyarakat. Jujur, adalah mottonya. Keadilan, adalah janjinya. Melindungi, adalah sumpahnya. Sudah banyak kejahatan yang ia tangani. Entah sudah berapa banyak penjahat yang ia tangkap. Tak tanggung-tanggung, ia juga pernah meringkus beberapa anggota pemerintah yang tertangkap basah berpesta ganja, juga nama sejejeran kalangan artis. Namanya sangat dikenal di dunia kepolisian. Ia sangat disegani dan dihormati oleh para polisi. Dan ia juga sangat ditakuti dan dibenci di kalangan penjahat. Namanya, bukan lagi hal yang baru, namun tabu untuk disebut sembarangan.

“Pak, kami menemukan kecurigaan adanya komplotan teroris yang bersarang di desa Baynura. Para anggotanya adalah buron dan selalu berhasil lolos. Mereka semua merupakan tersangka pembunuhan berencana, penyeludup narkotika, penjualan organ, dan pelaku pemboman.”
Andre diam sejenak. Dagunya berpangku pada topangan tangan kanannya. Hal yang selalu ia lakukan ketika sedang berpikir. Dan hasil dari pikirannya, selalu mengejutkan.
“Itu hanya jebakan. Mereka adalah keparat-keparat dunia mafia. Tidak mungkin mereka akan begitu ceroboh untuk mengambil sarang. Selidiki tiga desa di sekitar desa itu. Aku yakin, salah satunya pasti adalah sarang mereka. Kirim para mata-mata dan penyamar terbaik! Aku tidak mau mereka lolos lagi! Bubar!” Ia mengakhiri rapat malam itu.
“Siap, laksanakan, Pak!”
Kali ini, kau tidak akan lolos!
Andre masuk ke mobilnya, dan menutar stir menuju rumah. Pukul delapan, ia telah tiba di kediamannya, disambut oleh wanita terhebat dalam hidupnya. Amanda, istri sekaligus ibu baginya.
“Sudah pulang, sayang?” Amanda mencium dahi Andre dan mengambil tas kerja itu dari tangan Andre.
“Ya. Terima kasih, sayang.” Ia tersenyum.
Amanda berjalan menuju dapur. Andre mengikuti dari belakang, memperhatikan jalan istrinya yang sedikit timpang. Kaki kiri itu. Ia-lah Jendral yang sesungguhnya.
~   ~   ~

Tiga tahun lalu. 02 Mei 2011.
Di taman kesukaan Silvya.
“Happy Birthday Silvya, Happy Birthday Silvya, Happy Bithday, Happy Birthday, Happy Birthday Silvya!”
Andre, Amanda, dan para tamu undangan lainnya, menyanyikan lagu ulang tahun untuk putri kesayangan mereka, Silvya. Usianya 15 tahun. Dan sebentar lagi ia akan mengenakan seragam putih abu-abu. Sudah lama ia memimpikan hal itu.
Silvya mendekatkan kepalanya pada kue tart. Menarik nafas dan bersiap untuk meniup.
Eitt!” Seru Ibunya. “Berdoa dulu dan bikin permohonan!”
“Iya,” ia tersenyum. Kemudian menyatukan ke sepuluh jarinya. Memejamkan mata dan berdoa.
Ia membuka mata.
“Tiup lilinnya! Tiup lilinya! Tiup lilinnya!” Sorak para tamu.
Silvya menarik nafas panjang dan meniup nyala lima belas batang lilin itu. Semuanya bertepuk tangan dan bersorak riuh.
Tapi tiba-tiba sebuah bola basket bergelinding ke arah mereka. Dan,, Duuaarrrrr!!!
Sebuah bom meledak dan membunuh beberapa orang. Menciderai beberapa lainnya, termasuk Amanda. Kaki kirinya melepuh. Dan,, Dor!! Dor!! Dor!!
Seseorang menembak dari kejauhan. Membunuh dua orang komandan, dan seorang anak perempuan. Silvya.
“Silvya!” Andre berlari mendapatkan putrinya. Mengangkat kepala gadis itu. Darah mengalir deras dari dadanya. Jantungnya memakan peluru itu. Ia tersedak darah.
“Silvya! Jangan takut! Papa di sini! Kamu akan baik-baik saja, sayang!”
Silvya tersenyum. Ia mengangkat tangan kanannya dengan sisa tenaga yang ada, mengusap lembut pipi ayahnya. Kemudian tangan itu terjatuh ke tanah. Ia meninggalkan segala kesakitan itu.
“Tidak! Bangun sayang! Silvya!!!” Ia histeris.
“Andre,,” Amanda memanggilnya.
Andre segera tersadar. Ia meletakkan kepala Silvya. Meraih senjatanya dari sabuk. Dan lincah menyelidik segala sisi. Emosinya membara.
“Semua merunduk!” teriaknya.
Dorr!! Sebuah peluru menyerang. Tapi Andre berhasil menghindar. Ia menemukan asal datangnya peluru itu, dan tanpa ragu menembak.
Dorr!! Seorang kriminal segera jatuh berdebam ke tanah. Tewas.
Amanda melihat ujung senapan lain di atas sebuah pohon. Berada jauh dari belakang Andre. Bersiap menembak.
“Andre!” Amanda bangkit berdiri, merampas pistol itu dari tangan Andre.
Doorr! Dua peluru beradu. Dorr! Peluru lain menyusul secepat kilat. Kriminal itu jatuh dari atas pohon. Sekarat.
Amanda jatuh ke tanah. Ia melihat tubuh putrinya yang kaku di sana. Ia menyeret tubuhnya mendekati Silvya.
“Silvya?” Ia mengusap pipinya. “Silvya?!” Ia mulai mengguncang wajahnya. “Silvya!!” Ia mengangkat kepalanya. “Siilvyaa!!” Ia tahu, telah kehilangan putrinya.
“Amanda..” Andre meranggkul bahu Amanda.
Beberapa saat kemudian, puluhan polisi datang ke tempat itu. Mengamankan lokasi, menyelamatkan para korban, menyeret tersangka. Orang-orang mengerumini tempat itu. Amanda dibawa ke dalam ambulance. Andre mengikuti para perawat membawa tubuh putrinya. Sebelum masuk ke ambulance, ia melihat seseorang yang terlihat aneh. Berdiri di belakang kerumunan orang banyak itu. Mengenakan baju dan celana hitam, memegang beberapa tali balon udara. Kemudian melepas balon-balon itu, dan menyunggingkan senyum menjijikkan. Andre segera berlari mengejar maniak itu. Menembus kerumunan orang. Tapi sayang, ia kehilangan jejak.
~   ~   ~

“Kamu sudah makan, sayang?” Amanda bertanya. “Sayang.” Andre tampak menghayal. “Pa,” ucapnya sedikit lebih keras.
“Ya, eh, belum! Hahaha!” Ia kembali dari kenangan pilu masa silamnya.
“Ayo mandi dulu. Selesai itu, kita makan malam.”
“Ya.”
Selesai mandi. Mereka duduk di meja makan itu dan menyantap makan malam.
“Apa yang mengganggu pikiranmu?” Amanda bertanya setelah selesai makan.
“Tidak apa-apa.”
Amanda menghela nafas. “Aku merindukan gadis kita.”
Andre tersenyum. Kemudian wajahnya berubah serius.
“Kami berhasil menemukan dugaan lokasi para buron. Mafia-mafia papan atas. Aku tak sabar ingin melihat wajah-wajah mereka. Mungkin iblis itu ada bersama mereka.”
Hening sejenak..
“Andre. Berjanjilah, kamu akan pulang. Berjanjilah kamu akan menangkap laki-laki itu dalam keadaan hidup.”
“Kenapa?!” Suaranya sedikit keras. “Dia yang mem-“ Ia tak melanjutkan perkataan itu. “Tidak ada hukuman yang lebih pantas diterimanya, selain kematian!”
“Untuk kali ini. Hanya kali ini saja. Aku mohon, tangkap dia hidup-hidup.” Amanda menggenggam kedua tangan Andre. Andre tak mengatakan apa pun. Hanya bingung. Dan masih berduka.
*   *   *

“Pak, kami berhasil menemukan lokasi mereka. Desa Daron. Desa ketiga setelah desa Baynura. Kita harus segera menyergap tempat itu, Pak, sebelum mereka berpindah sarang lagi.”
“Ya. Kita akan melakukan penyerangan, besok. Tengah malam. Ketika mereka berganti posisi jaga. Kita hanya punya waktu sepuluh menit. Siapkan semua pasukan. Kita kepung ke empat desa itu. Perhatikan tanah di desa-desa itu, karena kemungkinan mereka menggali lubang untuk jalan meloloskan diri. Hari ini juga, kita harus bergerak menyelidikinya. Lakukan secara tersembunyi dan serapi mungkin. Kita akan bekerjasama dengan para tentara.”
“Siap, laksanakan, Pak!”
“Besok, jam dua pagi, kita berkumpul kembali untuk mempersiapkan strategi penyergapan. Bubar!”
~   ~   ~

Pukul dua pagi.
Setibanya di kantor, Andre dan seluruh pasukannya berkumpul di aula pertemuan. Ratusan anggota kepolisian dan tentara berkumpul di sana lengkap dengan senjata mereka.
“Ini penyerangan yang membutuhkan strategi dan kelihaian. Kita akan memasuki sarang para penjahat kelas kakap. Perlengkapi diri dengan pertahanan dan perlindungan. Aku tidak mau membawa mayat ke tempat ini, selain mayat para kriminal itu! Begini rencananya.”
Rencana penyerangan dan penanggkapan disusun sebaik mungkin. Berbagai kemungkinan telah diketahui dan cara penanganannya. Seluruh pasukan pengamanan itu telah mencapai kesepakatan. Mereka akan menyerang tepat tengah malam. Beberapa petugas pergi ke desa-desa itu, mengamati dan menyelidiki. Beberapa lagi menyamar untuk masuk dan berkomunikasi dengan beberapa kriminal. Para penembak jitu sudah bersiap di tempatnya. Yang lain, memasangi senjata bawah tanah. Sisanya bersiap untuk berperang.

Pukul 10.00.
“Kita berangkat!” seru Andre.
“Siap, laksanakan tugas!” Gemuruh seluruh pasukan itu.
Mereka masuk ke dalam kendaraan. Melaju cepat menuju lokasi. Andre meremas ujung gagang senjatanya. Ia akan menghabisi semua iblis itu tanpa ampun. Darah mereka akan membayar jerit tangis para korban tak berdosa yang tinggal di dalam tanah. Dan lagi, putrinya, orang itu akan meratapi nasibnya di api abadi, geramnya.

Pukul 11.00.
“Kita sudah di lokasi, Pak!”
“Baik, segera berpencar. Siaga di setiap titik yang telah ditentukan. Tunggu aba-aba! Jalan!”
Mereka semua berpencar dengan cepat, lihai. Meringkuk di bawah rerumputan. Memanjat pohon-pohon. Bersembunyi di balik gundukan-gundukan tanah. Mengokang senjata. Membidik. Sang Jendral berada di garis pertahanan paling depan. Maut bukan lagi hal yang perlu ditakuti.
Mereka sudah bersiap di tempat masing-masing. Menunggu aba-aba. Hening. Suara nyanyian jangkrik menyempurnakan penyamaran para pejuang itu dalam persembunyian mereka. Titik-titik kecil air hujan jatuh ke tanah. Mengurangi gerah dari panasnya hati yang membara. Sergap! perintah itu yang mereka tunggu-tunggu.

00.00.
Dua orang yang berjaga di depan rumah itu masuk ke dalam.
“Sergap!” Perintah Andre.
Semua pasukan itu bergerak mengepung rumah bercat kuning kusam itu. Mereka berlari mendekati rumah itu dengan gerakan hati-hati.
“Masuk!”
Pasukan depan mendobrak pintu. Terlihat 5 orang kriminal sedang membungkus pil-pil ekstasi.
“Angkat tangan!” Petugas-petugas itu langsung menyerang tanpa ampun dan memborgol.
“Periksa bawah tanah! Tembak siapa saja yang melarikan diri!” Perintah Andre.
Mereka masuk ke dapur. Melompat-lompat di semua sisi lantai. Andre masuk ke salah satu kamar. Mengetuk-ngetuk lantai dengan ujung senapannya.
Tak! Tak! Tak! Ada ruang kosong di bawah kakinya.
“Beberapa ke sini! Bantu aku memecahkan lantai ini!”
Pasukan itu segera datang. Menghancurkan keramik bagian atas. Menarik susunan papan yang ada di bawahnya. Dan terlihatlah susunan anak tangga di sana. Andre yang pertama sekali turun. Cahaya lampu di bawah sana remang-remang. Dan ketika tiba di dasarnya, ia menemukan pemandangan yang sangat mengerikan.
Ada begitu banyak tumpukan karung daun ganja. Beberapa toples berisi organ mata. Ada banyak alat-alat bedah. Di bagian depan ruangan, ada sebuah meja dan kursi putar mewah yang membelakangi meja itu. Kursi itu berputar perlahan, memperlihatkan sosok seseorang. Si maniak. Andre tak akan pernah melupakan wajahnya.
“Kau!” Andre segera membidik senjatanya. “Menyerahlah! Kalian sudah tamat!”
“Ternyata ingatanmu sangat kuat. Kupikir kau sudah melupakanku. Hahahahaha!! Aku suka perasaan terdesak seperti ini. Rasanya sangat menyenangkan ketika jantungku berdebar kencang dan hampir melompat keluar dari mulutku!” Ia meraih sesuatu dari bawah dan dengan cepat mengeluarkan tangannya. “Matilah!”
Dor! Peluru pertama mengenai bahu kiri Andre. Dorr! *Andre, berjanjilah. Bawa orang itu hidup-hidup.* Dor! Tembakan kedua dan ketiga, melubangi tangan dan bahu kanan maniak itu.
“Tangkap!” Seru Andre.
Mereka menyergap maniak itu, memborgol tangannya, dan menyeretnya keluar tanpa ampun. Darah mengalir dari bahu kiri Andre. Beruntung ia memakai rompi anti peluru, sehingga peluru itu tak menembus terlalu dalam.
Ia berdiri sejenak di sana. Air matanya mengalir. Ia kembali teringat pada putrinya, Silvya. Kematian maniak itu tidak akan mengubah keadaan. Setelah itu ia naik ke atas dan keluar dari rumah itu. Mereka membawa semua buronan itu ke markas, beberapa sudah menjadi mayat.
~   ~   ~

Pagi. Bel di pintu berbunyi. Amanda bergegas melompat turun dari tempat tidur dan berlari menuju pintu. Ia membukanya.
“Andre!” Amanda segera merangkul suaminya. Ia tak dapat menahan air mata.
“Kenapa kamu menangis? Aku sudah berjanji akan pulang, kan.” Andre membawa istrinya duduk di sofa. Mencium dahinya. “Kami berhasil.”
“Bagaimana dengan orang itu?”
“Ada di balik jeruji.”
“Andre, aku ingin menemuinya. Ada sesuatu yang ingin aku berikan untuknya. Bukan dariku, tapi dari putri kita, Silvya. Mari, aku ingin menunjukkannya padamu.”
Mereka berdua berjalan menuju kamar Silvya. Amanda membuka laci meja belajar Silvya, dan mengambil sebuah kotak berwana merah muda dari sana.
“Silvya, sepertinya sudah tahu kalau ia akan pergi.”
Amanda membuka kotak itu. Mengeluarkan isinya. Hanya sebuah gambar crayon. Itu gambar yang pernah dibuat Silvya ketika berumur tujuh tahun. Gambar sebuah rumah dan empat orang. Tiga orang bergandengan dan satu yang terpisah. Ada juga sebungkus plester luka, dan selembar surat kecil. Isinya,

“Untuk Paman yang belum sempat kutemui. Aku harap kita bisa menjadi teman suatu hari nanti. Semoga plester ini dapat menyembuhkan luka di kulit Paman, dan luka di hati Paman. Salam manis, Silvya.”

Andre tak kuasa menahan air matanya ketika membaca tulisan putrinya itu. Kini ia benar-benar siap untuk merelakan dan memaafkan kejadian itu. Ia bangga menjadi ayah dari seorang anak perempuan yang hebat. Silvya.
Esok pagi, mereka berdua bergegas pergi ke penjara. Mengunjungi sel pria itu. Morze, nama aslinya. Pria itu meringkuk di sudut ruangan.
“Tuan Morze,” panggil Amanda.
Morze menoleh kepada mereka berdua. Ia menatap penuh kebencian.
“Kami membawakan sesuatu untukmu. Ini dari mendiang putri kami, Silvya,” lanjut Amanda.
Air muka Morze segera berubah. Ia mulai berdiri, dan berjalan mendekati Amanda dan Andre. Amanda menyelipkan kotak merah muda itu melalu celah jeruji. Dengan tangan gemetar karena luka tembakan, Morze menerima kotak itu.
Ia membukanya dan mengambil isinya. Ia mengamati gambar crayon yang dibuat oleh Silvya, kemudian membaca surat sederhana yang ditulis oleh gadis itu. Dan saat itu juga, kakinya bergetar. Ia terduduk di lantai yang dingin. Pipinya basah karena air mata. Dipeluknya erat gambar dan surat itu. Tangisnya pecah.
“Putri kami sangat mengasihimu. Ia sudah bertemu denganmu, bahkan sebelum kamu bertemu dengan dia,” kata Andre.
“Ma.. maaf.. Maafkan aku! Maafkan aku!!”

The End


Puspita Sandra Dewi

22 April 2014


Cerpen "Dongeng Gadis Pemimpi"

17.39

Dongeng Gadis Pemimpi
Oleh: P. Sandra D.

Namanya Leyra Amartha. Nama indah pemberian ayah dan ibunya. Tahun ini Leyra genap berusia 16 tahun. Kata orang-orang, ia memiliki wajah bulat yang manis, dengan bola mata coklat, dan rambut hitam yang indah. Sayangnya, ia tidak pernah memiliki kesempatan berdiri di depan cermin, menikmati cantiknya maha karya Tuhan terhadap dirinya.
Leyra, tidak seperti kebanyakan anak perempuan lain. Anak-anak seusianya menghabiskan waktu untuk belajar, bersantai, berkumpul dengan teman-teman, dan mengadu rasa dengan lawan jenis. Sedang ia, hanya anak perempuan biasa yang menghabiskan waktu berbaring di atas tempat tidur.
Kira-kira tiga tahun yang lalu, ia terjatuh di sekolah dan tidak sadarkan diri. Leyra dilarikan ke RS terdekat. Dan setelah keluar dari sana, tubuhnya malah harus berbaring di atas tempat tidur, lumpuh, dengan rambut yang mulai menipis kian hari. Entah penyakit apa yang ia derita. Ayah dan ibu sepertinya enggan bercerita.
Setiap hari, kala ia membuka mata, hanya langit-langit ruangan kamar itu dan cahaya matahari yang menerobos masuk dari jendela, yang menyambutnya. Apa boleh dikata, Leyra digariskan hidup dalam keluarga yang sederhana. Sangat sederhana. Setiap pagi, sekitar pukul empat, ibu pergi ke pasar berdagang sayur-sayuran, sedang ayah pergi menyupir mobil angkutan umum. Kakaknya, tidak begitu peduli. Ia sibuk dengan kuliahnya. Sedangkan kedua adiknya yang lain, sibuk dengan sekolah, teman-teman, dan mainan mereka.
Kesunyian telah menjadi teman akrab baginya. Namun, ada satu hal yang selalu membuat ia bersemangat. Setidaknya semangat itu dapat menyapu rasa kesendirian dalam dirinya. Hal itu adalah, malam. Ya, Leyra sangat menyukai malam. Bukan karena gelap yang membanjiri langit. Bukan karena paduan suara para serangga malam. Bukan pula karena indahnya bulan dan bintang yang menghiasi langit, kata orang-orang. Tapi, karena malam adalah waktunya untuk tidur. Entah kenapa, tidur juga menjadi salah satu teman terbaik baginya setelah kesunyian.
Alasannya sederhanya. Mimpi. Sebagian orang mungkin akan tertawa jika mendengar bahwa Leyra adalah seorang gadis yang senang bermimpi di kala tidur. Mungkin lebih dari sekedar senang. Ia hobby. Leyra selalu menanti-nantikan kedua matanya terpejam. Tidur. Kemudian berpetualang di alam mimpi.
Sejak tubuhnya terbaring lumpuh, ia tak pernah bisa menginjakkan kaki untuk melangkah ke mana pun. Hanya ketika berada di dalam mimpi, ia dapat berjalan, belari, terbang, dan merasa hidup. Mimpi memberinya kekuatan dan keberanian untuk menghadapi hari esok.
Ia ingin hidup di dalam mimpi. Menjadi ratu atas sebuah negeri. Terbang bebas di langit yang bersih.
Mimpi. Mimpi. Mimpi.

*   *   *

Mimpi buruk, tentang Nenek Sihir
Suatu hari seorang gadis berada di hutan, tertawan dalam sebuah rumah yang dipenuhi dengan berbagai aroma tak sedap. Kedua tangannya terikat. Pakaiannya tampak kumal dan lusuh. Entah sudah berapa lama ia berada di rumah itu.
 Dilihatnya ada sebuah tungku dengan periuk besar di atasnya. Ia meninggikan leher, mencoba melihat apa yang tengah dimasak di dalam periuk itu. Ia melihat sesuatu. Awalnya ia tidak yakin, tapi kemudian ia terkejut ketika melihat kepala seekor kucing menyembulkan ke atas.
Ia ketakutan dan mencoba melepaskan tangannya dari tali yang mengikat. Terdengar pula olehnya suara tawa yang mengerikan. Suara tawa seorang nenek. Suara itu berasal dari ruang bawah tanah. Kemudian suara lain menyusul. Terdengar suara pukulan, dan berakhir dengan suara lengkingan seekor kucing. Tawa nenek itu terdengar lagi. Begitu menakutkan.
Gadis itu berusaha keras melepaskan tangannya. Dan beruntung, tali itu melonggar dan ia terlepas. Ia berdiri perlahan dan melihat pintu keluar. Ia berjalan dengan hati-hati dan keluar dari rumah itu.
Ia berlari secepat mungkin, menjauh dari rumah itu. Suara-suara hutan berkeliaran di sekitarnya. Ia tidak peduli. Ia tidak ingin tertangkap oleh nenek itu. Namun sayang, nenek itu mengetahui pelariannya. Ia bergegas mengejar gadis itu. Nenek tua itu bergerak amat cepat, menyusul si gadis.
Gadis itu sempat menoleh ke belakang. Mencoba melihat rupa dari sang nenek. Nenek itu mengenakan jubah hitam robek-robek, dengan topi kerucup di kepalanya. Biasa dikenal, Nenek Sihir.
Gadis itu berlari lebih cepat. Ia semakin takut. Tapi tiba-tiba, sesuatu yang besar menghadangnya dari depan. Makhluk raksasa mirip manusia, bermata satu, dengan tubuh berwarna hijau. Suara makhluk itu terdengar sangat mengerikan. Ia mengerang dan berteriak.
“Mau lari ke mana kau gadis kecil! Kemarilah! Nenek ingin memakanmu!” Teriak si nenek di belakang sana, disusul tawanya yang khas.
Gadis itu semakin ketakutan. Ia berlari ke arah lain, menghindar dari makhluk raksasa hijau dan nenek sihir pemakan anak-anak. Ia tidak tahu ke mana kaki itu akan membawanya, dan kapan pelariannya akan berakhir. Yang ia mau adalah terlepas dari nenek sihir.
Ia berlari. Terus berlari. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya.

*   *   *

Leyra terbangun dari tidurnya. Dirasanya sebuah kain hangat menyapu keringat di dahinya. Ia melihat ibu duduk di tepi ranjang, sedang ayah memperhatikannya dengan raut wajah sedih. Terlihat pula seorang laki-laki berdiri di samping ayah, mengenakan blazer putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya. Orang-orang menyebutnya dokter. Seseorang yang ahli dalam mendeteksi penyakit dan meramu obat untuk menyembuhkan sakit pasien. Tapi anehnya, mereka tidak dapat mendeteksi penyakit apa yang membuat seorang gadis memiliki hobby bermimpi.
“Ibu, kenapa ada dokter di sini?” tanya Leyra.
Ibu tersenyum sambil menggelengkan kepala, “Tidak ada apa-apa. Istirahat saja.”, ucapnya mencoba meyakinkan Leyra kalau semuanya baik-baik saja. Kemudian ayah dan dokter itu pergi meninggalkan kamar Leyra.
Maudy mendekati sisi lain ranjang Leyra. Ia duduk di dekat kepalanya, kemudian mendaratkan elusan lembut di kepala Leyra. Kedua adiknya turut duduk di samping Maudy. Mereka memijit-mijit pelan tangan Leyra.
“Maaf ya, kakak jarang punya waktu buat nemani kamu.” Suara Maudy terdengar berat.
“Sakit ya, kak?” tanya Mucika, anak ketiga dalam keluarga itu.
“Galih sayang kakak!” ucap si bungsu.
Aneh, rasanya Leyra merasa sangat lelah. Ia tak mampu mengeluarkan suara. Ia hanya bersuara melalui senyuman, diiringi air mata. Entah kenapa, ia merasa begitu bahagia.
Ayah tampil kembali. Ia duduk di samping ibu, kemudian memegang tangan Leyra yang terasa dingin. Semuanya ada di kamar itu. Ada ayah, ibu, kak Maudy, Mucika, dan Galih. Itu adalah hal yang selama ini dirindukan Leyra. Berkumpul bersama keluarga yang dicintainya.
Sempat ia teringat mimpi sesaat sebelum ia terbangun. Mimpi buruk. Dikejar seorang nenek sihir dan makhluk raksasa hijau. Harapan terbesarnya sudah terpenuhi, dan kini tinggal satu. Mimpi indah.
Kini ia siap untuk beristirahat. Siap untuk memejamkan mata. Siap untuk petualangan baru di alam mimpi. Siap untuk berjalan, berlari. Terbang di angkasa maha raya. Menjadi ratu atas sebuah negeri yang indah.

Mata terpejam..

*   *   *

Mimpi indah, tentang dongeng Putri Leyra
Seorang gadis terbangun dari tidurnya. Ia berada di atas sebuah ranjang yang megah, di dalam ruangan besar yang indah. Ia turun dari ranjangnya dan berjalan menuju kaca rias yang besar. Ia memandangi paras dirinya yang mengenakan gaun tidur yang cantik. Ia menyisir lembut rambut coklatnya yang indah. Terpancar sinar kelembutan dari manik matanya yang berwarna cokelat. Ia adalah seorang tuan putri. Putri Leyra.

*   *   *

Suatu kali putri Leyra berjalan di koridor istana dan tak sengaja melihat pintu kamar kakaknya, putri Maudy, tidak tertutup rapat. Ia berjalan mendekati pintu itu dan mengintip melalui calahnya. Matanya menangkap sesuatu yang begitu menakjubkan. Ia melihat kakaknya melayang di udara.
Putri Leyra buru-buru masuk untuk memastikan kalau penglihatannya tidak salah. Dan ternyata benar, kakaknya sedang melayang di udara. Sang kakak begitu terkejut melihat kedatangan adiknya. Ia bergegas mendaratkan kakinya dan berlari menutup pintu kamar. Ia mendekati Leyra dan mengatakan sesuatu.
“Kamu harus merahasiakan hal ini, sampai waktunya tiba.” kata putri Maudy.
 “Apa maksud kakak? Dan kenapa kakak bisa terbang?”, ia bertanya.
“Sudah waktunya kamu tahu rahasia keturunan keluarga kita. Keturuan dari ayah, memiliki kemampuan yang istimewa, yaitu dapat terbang. Sejak dahulu, yang boleh menduduki tahta raja di negeri ini hanya keturunan asli dari ayah, dan keturunan itu harus memenuhi persyaratan. Syaratnya, dapat terbang.”
“Itu artinya, jika ayah meninggal, maka kakak akan menggantikan kedudukannya?”
Tiba-tiba pengawal menerobos masuk dan menyampaikan suatu berita yang mengejutkan.
“Putri, raja telah meninggal!”
Leyra dan Maudy sangat terkejut. Mereka bergegas lari menuju kamar raja. Dan ternyata benar, ayah mereka telah meninggal. Sementara itu para menteri bertanya-tanya kepada ratu tentang pewaris tahta berikutnya.
“Aku yang akan menggantikan kedudukan raja.” ucap Putri Maudy. Dan saat itu pula ia menunjukkan kemampuannya. Ia melayang di udara. Dan semua orang yang ada di dalam kamar itu segera memberi hormat padanya. Putri Maudy menjadi ratu atas negeri besar itu.
Namun sayang, setelah ia menduduki tahta raja, semua berubah. Ia memerintah dengan kejam. Ia menjadi ratu yang angkuh. Rakyat sangat takut padanya dan para menteri membencinya. Ibu sudah berusaha memperingatkannya, tetapi hal itu percuma.

*   *   *

Suatu malam putri Leyra merenung di kamarnya. Ia kecewa dengan perilaku sang kakak yang berubah sejak menduduki tahta raja. Ia kelihangan sosok kakak yang dikenalnya. Entah kenapa terlintas sesuatu di pikirannya saat itu. Bagaimana jika suatu waktu kakaknya meninggal. Siapa yang akan menggantikan. Jika tidak ada satu pun dari antara dia atau kedua adiknya yang dapat terbang, maka para menteri akan mencari pengganti dari keturunan kakeknya yang lain. Jika hal itu terjadi, maka ia beserta ibu dan adik-adiknya akan diusir dari istana.
Leyra tidak mau hal itu terjadi. Maka ia mencoba untuk terbang. Ia meyakinkan diri, dan percaya kalau ia dapat terbang seperti sang kakak. Dan benar saja, kakinya terangkat dan ia melayang di udara. Ia mencoba bergerak ke sisi-sisi ruangan. Ia begitu senang, dan ia menorehkan sumpah di hatinya, ia akan menjadi pemimpin yang baik.

*   *   *

Suatu hari para dayang memberitahu ia dan ibunya, kalau ratu Maudy mengurung diri di kamarnya. Sudah beberapa hari ia tidak mau keluar dan tidak mau makan. Leyra dan ibunya menjadi cemas. Mereka pergi ke kamar Maudy. Maudy terlihat mengenakan gaun tidur berwarna putih. Ia duduk di atas meja di dekat jendela. Memandang ke langit. Wajahnya tampak pucat. Ia terlihat sedih. Tak lama, akhirnya ratu Maudy jatuh sakit dan ia meninggal dunia.
Kabar kematiannya segera terdengar di seluruh negeri. Rakyat mulai sibuk membicarakan pemimpin berikutnya. Para menteri berniat mengangkat keturunan lain dari raja terdahulu untuk menjadi pemimpin berikutnya. Dan hal itu membuat ibu Leyra ketakutan. Jika hal itu terjadi, maka ada kemungkinan mereka akan dibunuh oleh penguasa berikutnya, untuk menghindari kembalinya tahta ke tangan keturunan ayah mereka.
Maka, Leyra memanggil ibunya dan seluruh menteri. Di hadapan mereka semua, ia menunjukkan kemampuannya. Ia melayang di udara. Dan tiba-tiba cahaya mengitari tubuhnya.
“Aku akan meneruskan tahta ayahku.”
Saat itu juga para menteri memberi hormat padanya. Leyra segera dinobatkan menjadi ratu negeri itu. Para dayang berbondong-bondong datang ke kamarnya. Mereka merias wajahnya dan mengenakan gaun yang indah pada tubuhnya.
Ia naik ke atas tandu yang megah dan dibawa menuju kursi tahta. Sesaat sebelum duduk, ia melayang di udara dan membentangkan kedua tangannya. Dan seketika, istana riuh dengan sorak-sorai.
“Hidup ratu Leyra!”
Sejak saat pemerintahan Leyra, situasi di negeri itu berubah. Ratu Leyra memimpin dengan bijaksana. Ia seorang yang penuh kelembutan, rendah hati, hidup dalam kesederhanaan, dan memperhatikan hidup rakyatnya.

*   *   *

Mata itu terpejam..
Leyra menjadi ratu di negeri alam mimpi. Selamanya..


15 Maret 2013

P. Sandra D.     

Aku berbisik..

21.31


Aku berbisik:
Kata-kata itu mirip seperti pedang yang runcing; dapat melindungi, melawan, tetapi dapat pula melumpuhkan.
Kata-kata itu adalah sebuah kekuatan; yang dapat mempersatukan, tetapi dapat memecahbelah.
Kata-kata itu memiliki sejuta misteri.
Orang-orang yang bijak, dengan kata-kata yang bijak, dapat menjadi akar dari perdamaian dunia.
~S.

Ketika kita melakukan sesuatu dan mengerjakan sesuatu atas dasar pengabdian kepada Tuhan, maka kita tidak akan pernah merasa terbeban; tidak akan meminta balasan; imbalan; dan timbal balik dari apa yang sudah kita berikan.
~S.

Kala kantuk memanggilmu,
dan letih tubuh adalah bukti betapa berat waktu-waktu yang kau lalui,
berikanlah waktu walau sesaat,
menyapa Tuhanmu dan bersyukur atas cinta yang sekecil apa pun yang kau terima di hari itu.
~S.

Tuhan, ada berjuta-juta doa yang dimohonkan oleh putra-putri bumi ini kepada Tuhan.
Hanya satu pinta kamu:
Ajar kami untuk menanti dengan setia, dan ajar akami untuk menerima dengan iklas.
Terima kasih.
~S.

Seseorang bisa melewatkan, tetapi ia bisa berpaling kembali.
~S.

Human is Mortal.
~S.

Tuhan tidak pernah memberi permasalahan. Masalah hanyalah efek yang terjadi ketika Tuhan sedang berusahan menuntun kita pada rancangan terindahNya.
~S.

Hidup adalah pemberian.
Tetapi perjalanannya adalah sebuah pilihan dan keputusan.
Jangan buta, dan jangan gegabah dalam memutuskan.
~S.

Aku jatuh cinta.. Lagi.. Lagi.. dan Lagi.
Kepada Tuhan yang mencipta semesta.
Aku jatuh cinta.. Lagi.. Lagi.. Lagi.. dan Seterusnya.
~S.

Kita selalu bisa merebut perhatian banyak orang jika sudah bersama. Tidak peduli apa yang ada dipikiran mereka ketika melihat keakraban kita, yang kita tahu, kitalah saudari.
~S.

Jika cinta itu harus beralasan, maka dia akan kehilangan arti.
~S.

Jangan tempatkan 'iman' pada dengkul kaki, karena perpecahan dan peperangan yang akan dihasilkannya.
Jangan pula menempatkannya dalam kepala, karena hanya penolakan dan pembangkangan yang akan dihasilkannya.
Tetapi, tempatkan 'iman' itu di dasar hari dan biarkan dengkul kaki dan kepala ini bersandar padanya.
Maka perdamaian dan persaudaraanlah yang akan datang bersamanya.
~S.

Hatiku adalah rumahmu.
~S.

Gunakanlah mata untuk melihat; telingan untuk mendengar; mulut untuk mengatakan: hal yang benar.
~S.

Bagiku, membuka mata berarti aku tertidru. Tertidur, berarti aku terbangun.
Aku tak pernah takut menghadapi apa pun ketika mataku terbuka, karena aku tahu, itu hanya mimpi. Rasa sakit dan pedih, hanyalah ilusi. Semua akan berlalu, ketika aku terbangun dalam tidurku.
Aku selalu rindu menutup mata. Berjalan dalam -dunia nyata-ku. Di sana aku bertemu dengan TUHAN-ku. Bermain seperti kanak-kanak. Berpetualang seperti Harry Potter. Aku terbang menggapai langit. Menari di atas laut. Duduk di atas awan. Memandang semesta yang indah.
~S.

Persahabatan itu terkadang lebih romantis.
~S.

Sederhana itu, cantik.
~S.

Maaf yang sesungguhnya adalah, ketika anda teringan kembali pada sakit hati itu, anda mampu tersenyum tulus.
~S.

Pengetahuan tanpa iman, tersesat jadinya.
Iman tanpa pengetahuan, omong kosong adanya.
~S.

Ketika anda bisa menikmata dan mensyukuri indah dan pahitnya 'cinta'; anda sedang menjadi manusia utuh yang siap untuk dicintau dan mencintai.
~S.

Takut adalah hal yang wajar.
Tapi berlutut padanya, adalah sikap seorang pecundang.
Jadi, beranilah. Hadapi ketakutan itu.
Dan temukan cahaya keajaiban di baliknya.
~S.

Setiap manusia merupakan awal dari sebuah mimpi yang terlahir menjadi kenyataan.
~S.

Cantik itu, bukan sekedar manis dan indah secara fisik dan penampilan.
Cantik yang sesungguhnya adalah sebuah pancaran dari dalam diri, yang menyempurnakan bagian luarnya.
Cantik itu adalah, wanita.
~S.

Jangan menilai seseorang dengan logika. Tetapi nilailah dengan hati.
~S.

Tidak begitu banyak suara indah yang dapat menarik perhatianku.
Tetapi, ada banyak lukisan yang dapat menyentuh hatiku.
Dan, ada banyak kata-kata yang dapat membangkitkanku.
~S.

Seorang anak yang ingin belajar berjalan, harus terjatuh lebih dahulu dan merasakan sakitnya, agar ia dapat lebih kokoh untuk meletakkan kembali kedua kakinya.
Dan kalau pun ia terjatuh lagi, ia telah siap untuk melawan sakit, bangkit berdiri dan kembali kokoh untuk berjalan bahkan berlari.
~S.

Seseorang yang sukses bukan ditempah dengan keberhasilan, tetapi dengan kegagalan.
~S.

Hidup itu terasa lebih mudah, jika kita tahu apa yang dapat kita lakukan dan apa yang tidak dapat kita lakukan.
Hidup itu terasa lebih indah, jika kita menjadi diri sendiri dan bukan menjadi orang lain.
Hidup itu terasa menyenangkan, jika kita memahami apa itu kebahagiaan dan kesedihan bagi kita.
Hidup itu terasa bersahabat, jika kita mengerti "ternyata dialah sahabatku yang sebenarnya".
Hidup itu terasa diberkati, jika kita mengenal dan selalu bersama Tuhan yang kita sembah.
~S.

Mamaku selalu mengatakan:
"Wanita yang terhotmat adalah seorang wanita yang berpenampilan anggun, mempesona, namun sopan.
Wanita kaya bukan dilihat dari perhiasan yang dikenakannya, pakaian-pakaiannyan yang mahal, tetapi dari apa yang keluar dari mulutnya; sikapnya yang hangat namun tegas; air wajahnya yang lembut namun tegar.
Wanita terhormat adalah wanita yang mampu menjadi pemimpin atas dirinya sendiri."
~S.

Maratap..
Ujung mata pisau yang sama, menggores pada luka yang sama.
Membawa pada ujung rasa perih yang tak terbendung lagi dan meluap bagai bah yang meluluhlantahkan semua yang ada di depannya. Tak memandang apa dan siapa dan apa yang telah diperbuat. Hanya ingin memusnahkan dan menyeret semua itu pada lautan merah tanpa dasar.
~S.

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images